Monday, February 18, 2013

Islam tidak pernah menindas perempuan

Islam di anggap menindas kaum perempuannya oleh dunia, khususnya bangsa Eropa dan Amerika, yang sebenarnya pada prakteknya peraturan mereka sering mengkhianati peraturan dan pengakuan kesetaraan terhadap perempuan warganya. Meski Bangladesh, Pakistan maupun Indonesia pernah memiliki pemimpin negara seorang wanita tetapi tetap tidak mengubah kesan-kesan mereka mengenai kaum perempuan islam yang tertindas.

Saya menemukan sebuah buku karangan Abu ‘Abdurahman As-sulami berjudul “Sufi-sufi Wanita”, yang dikarang sekitar bulan Shafar 474, atau tanggal 17 Juli 1081. Jadi buku ini dikarang sekitar 1000 tahun yang lalu. Dalam buku ini berisi tentang kisah 82 orang wanita yang mengabdikan dirinya hanya untuk Tuhannya, yang mana tingkat kecerdasan dan kebijakan mereka sepadan dengan yang dimiliki oleh para sufi pria….dan mereka sangat di akui keberadaanya pada saat itu. 1000 tahun yang lalu. Ketataatan dan kecintaan mereka pada Allah melebihi segalanya. Mereka yang tertulis dalam buku ini adalah datang dari berbagai kalangan. Mulai istri dari sahabat nabi, putri bangsawan kaya dan juga seorang budak/pelayan. 1000 tahun yang lalu memang tidak ada tolok ukur untuk menilai kedudukan mereka di masayarakat. Kepandaian, kiprah atau kontribusinya kepada mayarakat umum hanya di lihat dari sebuah ketaqwaan. Kedudukan mereka ditandai dari ilmu agamanya. Mereka adalah para ahli tasawuf, ahli makrifat. Seorang sufi bernama Fakhrawaih bint ‘Ali. Beliau adalah istri dari Amr ibn Nujaid (kakek dari As-sulami, pengarang buku ini). Suami nya berkata “Apa yang kuperoleh dari pergaulanku dengan istriku Fakhrawaih tidaklah kurang dari apa yang kuperolah dari pergaulanku dengan Abu ‘ Ustman- seorang guru sufi. Suatu hari Fakhrawaih berkata kepada Abu ‘Ali ats-Tsaqafi ( seorang guru fiqih dan sufi) : Apanila seorang berkata dengan ilmu, maka dia menjadikan hati dan jiwanya nyaman. Kemudian dia membesarkan dirinya karena keutamaan pembicaraannya. Tetapi apabila dia mempraktekan ilmunya, maka nafs dan hatinya akan menjadi lelah, dan meremehkan dirinya sendiri karena dia sadar tidak adanya keihlasan dalam perilakunya. Abu Ali menagis dan berkata :” Aku akan mengatakan apa yang di katakan Khalifah Umar ibn al-Khattab “ Wanita ini lebih ungul dalam pemahamannya”. Tidak hanya kebijaksanaan dan pemahaman nya mereka terhapa islam yang di akui tetapi dalam kedudukan mereka dalam pendidikan mereka pun di beri tempat terhormat. Hukaymah dari Damaskus, dia adalah bangsawan syiria. Beliau adalah seorang guru yang mana dalam penuturan buku ini kata ustadz bersifat maskulin bukan feminin, artinya beliau telah si akui sederajat dengan kaum sufi laki-laki pada saat itu. 



Seorang sufi bernama Sya wa’nah. Dengan suaranya yang indah dan merdu dia memberi kuliah dihadiri oleh para Zahid dan para ahli ibadah. Ternyata 1000 tahun yang lalu para perempuan sudah terdengar ‘gaung’nya. Emansipasai wanita bukan berarti juga perempuan ingin minta disejajarkan dengan laki-laki, tapi dia hanya ingin dimengerti bahwa seorang perempuan juga terlahir dengan di karuniai berbagai kelebihan.

No comments:

Post a Comment