Saturday, March 30, 2013

Politik suka-suka


Stand Comedy di KOMPAS TV, adalah salah satu tontonan yang saya tunggu, Stand comedy competition, session ke 3 dari STV bandung. Minggu kemarin topicnya adalah IKLAN. Salah satu peserta mengangkat topic tentang “INDONESIA LALER CLUB” (Indonesia Lawyer club). Mungkin sama bagi orang –orang awam seperti saya, yang jika menyimak mereka berdebat begitu terpesona. Betapa lancar dan fasihnya mereka mengungkapkan fakta dan pendapat mereka tentang sebuah kasus. Terdakwa, saksi dan pelaku sama-sama jago biacara, membuat saya sangat kagum, tidak tahu lagi, mana terdakwa, mana saksi dan mana pelaku. Sepertinya kok sama-sama jujur dan benar, atau memang sama-sama tukang ngibul. Tapi lama-lama topiknya kok terasa basi, dan episodenya hampir mengalahkan sinetron tersanjung, ga ada ujungnya sampai beranak pinak. So salah satu candidat di kompetisi ini memang pas betul kalau forum talk show keroyokan ini, INDONESIA LAWYER CLUBS menjadi Indonesia LALER ( lalat) CLUB. Karena basi maka semakin banyak LALER yang bergabung.
Semua kasus di Indonesia yang pasti sangat membutuhkan HAKIM dengan kualitas SUPER, mungkin bisa jadi setaraf dengan WALI SONGO, PENDETA ataupun bahkan NABI, kebijaksanaanya memutuskan yang mana yang benar.

BABE CABITA, salah satu candidat mengusung topic IKLAN PILKADA. Yang di coleknya adalah Mr. LAMBAD (LIMBAD). Bayangkan cara berkampanye MR.LAMBAD ini di atas podium dengan mata melotot, mulut terkatup rapat, tangan terlipat di dada, dagu terngakat… dan hanya mengeluarkan geraman… HEMMM..HEMMM..HEEEMMMM.

Saya tambahkan di sini, mungkin calon BUPATI TUGEL ini bisa menjadi contoh bagi para calon yang akan mangajukan dirinya dalam PILKADA. Sosok LAMBAD dengan kekuatan super, tak banyak bicara namun actionnya SUKA-SUKA, Giginya sekokoh besi, kulitnya sekeras baja dan rambutnya sekuat beton, dengan semedi 40 hari 40 malam di puncak gunung semeru akan menjadikannya GATOT KACA. Tidak mempan pada santet dan iming-iming korupsi. Karena Gatot kaca adalah tokoh bijak yang sangat powerfull, hati, jiwa dan raganya. Pastinya akan sanggup mengayomi rakyat TUGEL bahkan calon yang berkualitas untuk di ususng menjadi calon PRESIDEN Indonesia tahun 2014. GEMAH RIPAH LOH JINAWI.

TAHU NGGA SIH, pada jaman rasulullah dulu, tidak ada seorang pun yang mau mengajukan/mencalonkan dirinya menjadi pemimpin pengganti rasulullah. Karena..sangaaat beban beban yang akan di pikulnya. Rejeki yang di dapat menjadi seorang khalifah tidak sebanding dengan beban mental dan fisik yang harus di pertanggung jawabkan pada rakyatnya.


MAKA, pilihlah pemimpin yang memiliki jiwa rendah hati yang kampanyenya tidak menonjolkan kelebihan dirinya sendiri dan menghabiskan dana kapanye hanya untuk mengkritik lawan atau kinerja pemimpin sebelumnya. Hati-hati dengan para calon yang suka menjadi kutu loncat, pondah pindah partai, mencari partai yang nyaman aman lan tentrem untuk kepentingan dirinya sendiri.

Tahun 2014 aja belum tapi berita di TV sudah marak banget berita saling menjatuhkan nama partai saingan. Saling berlomba mencari kesalahan, dan KPK jadi banyak PROJEK neh… JO LALI ANG PAU NYA yo PAK NE

Sahabat



Dalam 2 hari setelah tulisan aku mengenai bapak ada kejutan dari  sebuah komentar di grup SMP.  Bukan  komentarnya yang menarik perhatianku, tapi dari nama yang memberi koment. Nama yang telah lama ku cari, sejak awal awal saya mempunyai FB. LINDA KASEGER. Kami satu SMP tapi tidak kenal, menjadi sahabat ketika takdir menyatukan kita sekelas di SMA.  Sehari kemudian ada seorang  teman yang menandai 2 buah foto pada bekas teman kerjaku. Namanya pun adalah juga salah satu nama teman lama yang juga masuk dalam list the MOST WANTED ku. Temen seperjuangan ketika masih bekerja. Dian. Dian yang nama belakangnya kini sudah tercantum nama keluarga seorang Bule. Dian price, “Dian Harga”. Sejak lama ku dengar kabar bahwa dia menikah dengan seorang bule Ausi, tapi kami kehilangan kontak lamaaaa sekali. Terakhir kontak kontakan seingatku, sekitar tahun 1998. Terakhir  calling-callingan, saya ingat betul topik pembicaraan kami waktu itu tentang “Curahatan hati”.  Seperti cerita bersambung yang kudengarkan selama beberapa hari. Cara dan nadanya bercerita begitu menyentuh, sehingga dengan tekun aku mendengarkan, manggut-manggut serius  tanda mengerti, meski pastinya dia tidak melihat ekspresi ku sama sekali. Mendengarkan Dian bercerita dari awal sampai akhir, dan dengan gaya yang sok bijak, ku berikan nasihat-nasihat  lebayku padanya sambil berkata “ oya “ “ehemm” “terus..terus” “ehmm oya”. Hingga suatu hari dia berkata, 


“Sorry ya ndah, cerita gue kemarin-kemarin itu bohong “
Heeemmm jangan di tanya dongkolnya hati ini. Sepertinya tidak akan terbayar sampai dia membelikanku tiket PP Ausi + Uang saku. Ga deng Yan, aku orang yang baik hati dan pemaaf. Rajin menabung pula, hingga suatu saat mungkin akan bisa berkunjung ke Ausie, tapi jangan di tunggu kapan ya. TAPI SUWER dari hatiku yang paling dalam, CUCUR saat itu gue memang dongkol abis. Heemm… tapi jangan pikir orang yang gampang di kadalin bukan berarti dia bloon ya, tapi karena ikhlas itu sudah menjadi bagian dari imannya….
Dan satu nya lagi, yang bernama Linda Kaseger adalah  teman dekatku ketika sma.
Kami berteman baik selama 2 tahun. Selama kelas 2 dan 3, sekelas ketika penjurusan. Begitu kulihat namanya, langsung ku inbox… chat… Sejak pertama ku punya account FB, namanyalah yang termasuk paling ku cari.
“Pa kabar Lin. Awakmu jek urip ta (Apa kabar Lin, masih hidup to) ?”
“Sek urip kok ndah”
Karena waktu menjelang maghrib dan di sisa waktu yang ada kami bertukar no HP.
“Endah !”
“Linda yo “
“Piye kabare ndah “
“Mbiyen Bodo saiki kere “
Ada suara terkikik di ujung sana, membuatku yakin bahwa dia adalah temanku yang ku kenal 25 tahun yang lalu. Waktu yang terbentang sekian lama seolah terlipat rapi tanpa tahu seberapa panjangnya ketika terbentang. Hanya sisi kanan dan kiri yang telihat. Menempel tak berbatas. Tak ada yang berubah dari suaranya. Semoga tak ada yang berubah dari semua yang baik dari nya.  Mimpiku 2 kali tentang dia  sekitar 3 tahun yang lalu, membuat ku khawatir. Tampak terlihat begitu cantik dan hanya diam.
“Sekitar 3 tahun yang lalu, aku lagi susah ndah. Di PHK, ngga nduwe gawean “
Alhamdulillah, tak pikir pertanda buruk, awakmu wes…. Kita sekarang sudah sama-sama sudah tercantum di waiting list pemakaman ya. Sing penting sekarang kita berdua kabarnya apik-apik wae.
Sebuah sms pada malam ketika masih saling bertukar kabar, dia bertanya
“Piye sakit alergi mu”
Bodo dan selalu flu itulah yang mungkin di ingat oleh sebagian besar teman-teman saya saat itu. Kere… sebuah kiasan pada seorang teman dekat untuk mengatakan bahwa aku cuma orang biasa-biasa saja. tidak berlebih.
Bodo, yeah, ku katakan itu bukan untuk merendahkan diri, tapi aku merasa memang begitulah adanya ketika itu. Apalagi ketika kelas tiga Sma, saat ketika parah-parahnya  ketergantungku pada obat alergi sebenarnya.  Obat alergi itu seperti narkoba, ketika kita tidak punya daya tahan tubuh yang baik maka kita tidak akan bisa menjalani aktifitas dengan nyaman tanpa bantuan obat. Meski tidak menyebabkan ketagihan namun konsumsi yang tidak terkontrol pasti akan menjadikannya duri dalam daging. Racun.
Saya sendiri tidak terlalu tahu alergen apa yang harus ku hindari. Apakah masalah cuaca, debu, makanan ataukah sesuatu? Yang jelas hampir separuh dari usia yang saya punya, adalah untuk mencari tahu bagaimana cara mencegah penyakit ini agar tidak kumat dan cara mengatasinya tanpa mengkomsumsi obat-obatan.  Pengalaman saya adalah riset dengan saya sendiri sebagai kelinci percobaannya.  Dengan mengkomsumsi 2 tablet ctm dan 2 tablet napacin sudah terdengar mengerikan bagi orang lain tapi sangat membantu bagi saya, namun sama efeknya jika pada ketergantunan obat. Dari mulai megkonsumsi separo dosisnya , kemudian 1 , 2 karena di rasa tak ada efek kegunaannya maka otomatis dosis akan mengikuti kebutuhan . Orang tua yang tinggal di lain kota dan tak ada keinginan untuk pergi ke dokter karena memang saya pikir, penyakit ini hanya penyakit ece2. Mungkin sama bagi para pecandu narkoba, tidak penting apa pengaruh buruk dari obat-obatan itu, efek yang membuat nyaman lah yang di cari. Tidak sesak napas dan bisa tidur enak.
Perjalanan ku bersama penyakit ini membuatku mengejar TUHAN. Saya mencari pertanggung jawabanNYA akan ketidak adilan ini. Hampir setiap hari flu, sesak napas, membuat wajah tidak segar dan kurus kering. Situasi yang membuat rasa percaya diri nyaris tak ada. Pencarian makna hidup dengan keadaan yang lemah semakin lama justru semakin mengantar saya pada NYA. Sehingga suatu hari ada mimpi  yang tak terlupakan. Ada sebuah kata yang tak pernah akan lupa termakan usia. Mimpi di tengah-tengah keputus asaan dan ikhtiar yang aku upayakan.
“La haula wala Quawata Ilabillah”. Berkali-kali kata itu seolah melintas. Tiada daya dan upaya yang berhasil kecuali karena ALLAH yang menginginkan itu terjadi. Sariawan di leher yang hampir berjumlah 40, 2 kali timbul dengan di cauter tak menjadikannya hilang selamanya.  Meresapi makna Lahaula walla Quawata lah yang menghapus semua penderitaan. Hilang, lenyap tanpa obat sedkitpun. Alternative ataupun medis. Alergi ini sebenarnya  tidak ada obatnya. Jadi selain menghindar dari allergen factor  mensyukuri, ikhlas pada keadaan adalah daya tahan tubuh yang paling efektif. Daya tahan tubuh yang paling manjur, tiada bandingannya. Obat dari penyakit apapun tidak akan ada khasiatnya ketika daya tahan tubuh kita buruk. Dan Iklhas + selalu bersyukur adalah salah satu factor penting dalam pertahanan tubuh. Aku jujur mengatakan bodo, karena memang demikian keadaanya.  nilai Nem saya Ipa benar-benar di bawah A, Alakadarnya.

“Biji ne sopo ki, siji “ kata Mamanya Linda saat memfoto copy lembaran nilai Nem IPA ku, saat ku foto kopi hasil-hasil belajar selama 3 tahun untuk di legalisir. Linda punya toko sekaligus tempat foto copyan.  Membuat orang lain mengerti sebab  dan alasan-alasan kegagalan kita adalah hanya membuat kita semakin tampak seperti seorang pecundang.  Maka aku lebih suka menyendiri dan diam. Tak ku katakan bahwa tak ada satupun pelajaran yang bisa masuk ke otak ketika kita dalam keaadan teller. Yang ada dalam otakku dan ku katakan pada Linda, entah dia ingat atau tidak.
“Aku jenuh sekolah, jenuh belajar “
“Ngombe o napacin 2 karo sprit ndah. Mantabs” itu sarannya…dengan senyum yang  sedikit khawatir
Ketika ujian PSPB (Pendidikan sejarah perjuangan bangsa) yang hafalannya Masya Allah…banyaknya. Duduk di pinggir kelas tanpa tahu mana yang harus di hafalkan.
“Ki, salembar awakmu, aku sak lembar (satu lembar kamu, satu lembar aku) ” dia menyobek 2 lembar halaman dari buku diktat PSPB.
“Bar iki ra kanggo buku ne (selesai ini buku ini tidak berguna) ” begitu katanya. Kenyataannya  sebelum dan setelahnya memang kurang berguna, karena tidak ada satupun jawaban yang bisa di cari dari 2 lembar kertas yang dia sobek itu.
Tidak ada yang terlalu istimewa pada persahabatan kami. Tidak ada curhat-cuhatan masalah kegalauan hati, masalah pacar, atau doi yang di taksir, karena memang kami tidak ada yang punya pacar, gebetan yang membuat kami galau. Bahkan kami pun tak punya foto bersama, kenapa ya? Kok ga kepikiran? Karena kami memang tak punya Kodak dan tidak ..yah tapi kami tak merasa remaja kuper. Biasa aja. Santai, kami punya style sendiri. Hemm. Santai.
selain aku dan Linda ada satu teman lagi yang selalu bersama. Dian Nurheni, belum ku temukan jejaknya hingga saat ini. Kami mungkin sahabat yang unik. Aku adalah muslim, Linda advent, keturunan chinese dan Dian adalah katholik. Tapi ketika kuliah, dian sudah menjadi mualaf.  Aku pun tak pernah menolak ketika Dian yang beberapa kali pindah kost menitipkan Alkitabnya padaku.Ku simpan dengan baik.   Ketika kami berkumpul pun perbedaan yang ada tidak pernah menjadi topik pembicaraan kami. Kami hanya orang-orang yang mencoba menikmati hidup sederhana yang kami punya dengan cara yang ringan pula.
Di saat istirahat kami duduk di pinggir kelas bercerita tentang ini dan itu. Bercerita tentang kekoyolan-kekonyolan yang ada di sekitar. Berbicara tentang guru-guru, gossip tentang siswa lain, pelajaran yang membosankan, suasana yang tidak menarik, dan bikin bĂȘte ataupun bahkan yang membuat kami sumringah. Becerita tentang pembantu baru ibu ku bernama Rikemlah yang paling ku ingat. Rikem adalah namanya  selagi masih di desa dan Parti ketika sudah di Jakarta. Rikem berasal dari pelosok madiun, entah belahan desa yang mana, saya lupa lagi. Ynag jelas jauuuuhhh di pelosok. Berpostur tinggi besar, berkulit legam dan biasa kumpul kebo di kampungnya. Miris mengatakan hal ini, karena ketika saya ikut mengantarnya pulang kampung, benar apa yang di katakannya, bahwa dia tinggal bersama kebonya, bersama.  Hanya tersekat bilik tipis, antara rumah tempat tinggalnya bersama keluarga dengan bilik kerbaunya. Sosoknya yang polos membawa beberapa kisah ceria dalam kejenuhanku.
Bercerita tentang Rikem yang terpana ketika melihat adik ku yang saat itu masih sma membersihkan wajahnya dengan pembersih viva. Milk dan toniknya. Hingga suatu hari Rikem yang tidak bisa berbahasa Indonesia pergi ke warung, berniat membeli kosmetik seperti yang di gunakan adik ku.
“Tumbassss !”
“Tumbassss !”
Pemilik warung yang orang betawi segera keluar.
“Mau beli apa mba ?” tanyanya meski dia sendiri tidak tahu apa itu tumbas. (Tumbas = beli, bahasa jawa)
“Tumbas wedhak jemek ?” (beli bedak lembek)
Si pemilik warung bingung, tapi berlapang dada pada pelanggan. Pelanggan itu raje jeh…, mengambilkan segera barang yang di tunjuk oleh Rikem.
“Iku Io sing kuwi. Sing warnane abang ae,” (yang warnanya nya merah saja). Pembersih wajah merk Viva yang berwarna putih sudah bisa membuat kulit wajah adik saya mulus (waktu itu lo ), kalau yang warna merah pasti lebih bagus, begitu mungkin pikiran rikem saat memilihnya. Padahal yang berwarna merah itu kan hand body, lotion untuk pelembab tubuh bukan wajah!. Alhasil beberapa hari kemudian, wajahnya mulai di tumbuhi jerawat, dan tampak terlihat sangat lengket….
Pengaruh efek dari gaya hidup orang kota membuat Rikem mulai mengikuti fashion. Sholat tarawih dari dulu sampai sekarang mungkin masih mempunyai pengaruh yang kuat bagi sebagian remaja puber untuk menarik perhatian lawan jenis,termasuk mba Rikem ini. Mushola yang terletak persis di sebelah rumah, pada saat tarawih lumayan banyak jamaahnya yang datang dari dalam komplek maupun lingkungan sekitar. Mushola meski kecil,  adalah tempat di mana tidak terlihat perbedaan status social. Tukang becak, tukang sayur, kepala bagian…sama-sama berkumpul dan sholat di tempat yang sama.
Wajah yang sudah di olesi viva hand body warna merah, dan bedak di lengkapi dengan lipstik warna merah cerah selain untuk  bibir,juga di pakai sebagai perona pipi dan eye shadow. Seandainya dia tak perlu berwudhu lagi tengah-tengah tarawih, mungkin tidak terlalu menghebohkan. Tetapi ada panggilan alam yang membuat nya berwudhu kembali harus terbasuh air membuat wajahnya tampak sangat merona. MERAH. Luntur..riasan merah di wajahnya bersatu padu  di seluruh bagian. Tidak di sadarinya tetapi membuat para jamaah lain yang sadar perbedaan penampilannya “sebelum” dan “sesudah”  berwudhu itu, membuat mereka tidak konsentrasi untuk khusuk dalam sholatnya.
Rikem sebenarnya masih kategori gadis remaja. Baru berusia 16 tahunan dan adik saya yang kurang lebih berusia sama, menjadi tolok ukurnya untuk gaya orang kota.
Mulai dari fashionnya, style nya sebagai remaja kota di ikutinya.
Pagar rumah kami di komplek,  tidak terlalu tinggi. Hanya sedikit lebih tinggi dari pinggang orang dewasa. Gaya remaja memang selalu ingin serba praktis dan cepat membuat  adik sayalebih memilih melompat pagar dari pada membuka pintunya.  Sayangnya, meski Rikem yang juga masih remaja, tapi dengan posturnya yang tampak lebih keibuan dari pada remaja, seringkali mengikuti polah adik saya ini.lebih suka melompat pagar dari pada membuka pintu pagarnya.  Dengan tulisan ini setidaknya adik saya sadar bahwa dulu dia sudah punya fans fanatik. Harus bersyukur.
“Saya tidak mau beli celana panjang bu,” katanya pada ibuku saat mengantar Rikem membeli celana panjang untuk baju lebarannya di pasar.
 “Kalau pulang dari kota dan memakai celana panjang itu tanda bekerja sebagai  perempuan “nakal” di kota” katanya lagi.
Oranye, merah cabai itu warna favoritenya. Tidak membeli celana panjang tetapi membeli rok sepan. Badannya yang biasanya maskulin, tampak feminism dengan baju yang memuat nya tambah ber”bobot” dan padat.
Sedkit mengenang lain kisah di lain jalur,ngomong-ngomong soal pulang kampung aku ingat ada temen lelaki yang memang suka iseng di kantor, berkomentar pada salah satu manager perempuan yang masih single saat itu, yang setelah liburan lebaran masuk kantor dengan rambut baru ke kantor. Di kriting.
“ Biasanya nih…kalau abis lebaran rambutnya di kriting, itu pembantu rimah tangga”
Keesokan harinya rambut manager yang di maksud sudah lurus lagi…hahahaha.
Semua kisah persahabatan kami tidak pernah terekam dalam selembar foto pun. Tapi ingatan tentang kebersamaan itu masih terekam jelas dalam ingatanku. Terkhir saat kelas 3, ku ingat betul, kelasku  juara relly sepeda. Memakai kaos Polo dan topi ala jepang. Juara kedua, hanya karena kurang seragam kostumnya. Lumayan, tapi membuat kami tidak nyaman untuk berjalan  setelah itu, karena kami tidak terbiasa memakai sepeda balap, bukan sepeda jengki yang biasa kami gunakan untuk sekolah sehari-hari.
Satu persatu kenangan lucu ketika sekolah membuat ku bertambah kangen. Ingin sekali bertemu. Tapi reuni 2 tahun lalu mereka tidak ada. Kangen saling mengingat masa lalu.
“Lek aku ngentut, melu tengok kanan kiri. Ben ra kethok lek awakmu sing ngentut “ modus ngeles.com Itu kata Linda saat jenuh pada forum diskusi pelajaran sejarah. Forum yang membuat aku ngga habis pikir ya, buat apa kita berdebat atau berdiskusi tentang sejarah yang saat itu kita sama-sama tidak tahu faktanya. Satu-satunya fakta yang ada, ya hanya yang tertulis di buku. Dan itu adalah satu-satunya buku diktat pegangan para siswa. Sing di debat opone..lah wong faktanya yang kita tahu sama.Tidak ada survey atau makalah yang harus di uji.  Duduk manis di pinggir dengan terkantuk-kantuk menahan mules.
Mungkin ketika Sma kami sama sekali bukan murid yang tenar. Dan tak penting itu buat kami. Selembar surat kaleng mengkritik ketegasan pak Dirman kepala sekolah Sma kami layangkan. Iseng. Ketika banyak kasus colut dan pelajaran Di JOK KE, di majukan membuat kami galau. Kedisiplinan saat di  mp buyar. Kenangan betapa kami memilih menjadi seorang pengecut daripada masuk forum OSIS untuk menyampaikan pendapat. Yaaah..karena itu adalah tanda kami masih exist aja kali ya.
Meski tak merasa ada cowok yang naksir bukan berarti kami hilang semangat. Kabar mengenai kakaknya Dian yang ganteng ,yang sedang liburan kuliah membuat kami iseng main ke rumahnya. Di Geneng Ngawi. Pathok tanda masuk di setiap batas desa di sana yang tampak sama membuat kami salah turun. Jika hanya nama Dian yang ku tahu mungkin kami akan memutuskan untuk lebih baik kembali lagi. Yang penting kami tahu siapa bapaknya. Mantan Lurah Geneng, meski periode kapan kami tidak tahu pasti, hanya berharap bahwa bapak Sutrisno ini termasuk lurah beken.
“Pak numpang  tanya, rumah bapak Sutrisno, bekas lurah geneng di mana ya?” Untung bapak petani itu tahu, hanya sayangnya 1 kilometernya orang desa bisa jadi 5 kilometernya orang kota. Setelah melintasi beberapa sawah kering dan kampung akhirnya ketemu juga. Wwuiiihhh.
Segelas es degan membuat kami merasa fresh kembali. Tak ada terlihat sosok ganteng yang kita incar lalu lalang mencari perhatian kami. Yang ada hanya keponakan Dian sekitar kelas 3 atau 4 SD yang justru heboh mencari perhatian kami. Gadis-gadis katrok dari kota. Jungkir balik salto….membuat kami bengong dan terpana. Ngga tahu harus berkata apa. Sama anak kecil aja kita speechless apa lagi sama yang  “beneran”.  Ngomong-ngomong gimana kabarnya anak itu ya lin? Apa mungkin masih ada kemungkinan dia cari perhatian emak-emak seperti kita ini jika ada waktu untuk bertemu kembali??? Waktu masih kecil tu anak, wajahnya oke lo. Mungkin sekarang sudah jadi PILOT? Where are You Dian, I miss you so much.
Ku tak punya cerita cinta, tak punya cerita yang luar biasa untuk di ingat. Hanya beberapa cerita konyol yang  tak cukup ku tulis dalam beberapa lembar kertas.
Kini ketika tak ada teman baik untuk berbagi cerita, ketika kesedihan dan kemarahan yang sudah tak terbendung, aku hanya berusaha menyingkir untuk tidak berinteraksi dengan orang lain, dan besimpuh berlama-lama selesai sholat. Memutar butiran tasbih bukan berarti saya ingin menjadi alim ulama. Merasakan rasa Iklhas dan bersyukur apapun yang terjadi ternyata factor yang paling penting dalam menjada daya tahan tubuh kita. Bahwa tidak ada yang mampu menolong kita kecuali usaha kita sendiri untuk keluar dari masalah dan KUN FA YA KUN NYA adalah jawaban dari semua pertanyaan.
Lin, tulisanmu opo jek elek?